Oxford - Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly menghadiri konferensi yang diselenggarakan oleh Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama, Universitas Brigham Young, bekerja sama dengan Sekolah Hukum Notre Dame dan Universitas Oxford, dalam upaya menggalang dukungan global untuk menetapkan Hari Martabat Manusia melalui Resolusi Majelis Umum PBB. Resolusi PBB ini akan memberikan pengakuan atas martabat manusia sebagai hak asasi manusia yang paling fundamental.
Konferensi ini mengambil tema “Perspektif Peradaban mengenai Martabat Manusia” (Civilizational Perspectives on Human Dignity), dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari berbagai negara, yang merupakan para Ahli Hukum Internasional dan para pejuang HAM internasional.
Tampil sebagai Pembicara Utama, Yasonna menjelaskan bahwa isu martabat manusia dapat dilihat dari berbagai konteks yang berbeda karena keragaman budaya, namun tidak menghapuskan persamaan bahwa setiap manusia berhak mendapatkan perlakuan yang terhormat tanpa dibeda-bedakan.
“Persepsi yang berbeda tentang martabat manusia tidak menghapuskan fakta bahwa semua individu berhak diperlakukan secara terhormat, terlepas dari latar belakang, ras, jenis kelamin, atau status sosial seseorang,” ujar Yasonna.
Yasonna juga mengungkapkan martabat manusia memiliki keterkaitan dengan keadilan sosial dan perlakuan yang adil.
“Konsep martabat manusia sangat terkait dengan Hak Asasi Manusia, karena HAM menciptakan tatanan yang menjunjung martabat setiap manusia,” ungkap Yasonna.
Dalam konferensi itu Yasonna menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas pelindungan HAM di Indonesia ditujukan pada kelompok paling rentan dan terpinggirkan. Kelompok ini termasuk orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, fakir miskin, dan penyandang disabilitas. Salah satu program yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia adalah pemberian bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu sebagai bentuk akses terhadap keadilan yang merata bagi semua masyarakat.
Selain itu, tambah Yasonna, pemerintah
Indonesia juga menjamin kebebasan beragama bagi segenap masyarakat Indonesia.
Hal ini tercermin dalam Pancasila sebagai dasar dan falsafah resmi negara
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
dan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Tindak lanjut dari konferensi Oxford ini, Indonesia akan
menjadi tuan rumah “Konferensi Internasional tentang Literasi Agama Lintas
Budaya”, bekerja sama dengan Brigham Young University Law School, Sekretariat
Internasional Kebebasan Beragama, dan Templeton Religion Trust, pada tanggal 13
-14 November 2023 di Jakarta. Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan tema
“Martabat Manusia dan Aturan Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif.”
Diskusi dengan Mahasiswa Indonesia
Selain itu, pada hari yang sama di sela kunjungan kerjanya
ke Oxford University, Menteri Hukum dan HAM menyempatkan diri bertemu dengan
100 mahasiswa dari beragam universitas yang tergabung dalam Perkumpulan Pelajar
Indonesia (PPI) Oxford, serta diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris.
Yasonna mendiskusikan berbagai isu khususnya yang
berkaitan dengan tugas fungsi Kementerian Hukum dan HAM seperti keimigrasian
dan kewarganegaraan.
Dalam isu keimigrasian, Yasonna
menjelaskan bahwa saat ini pemerintah Indonesia memberikan fasilitas
keimigrasian bagi diaspora dan repatriasi ex Warga Negara Indonesia melalui
Izin Tinggal Keimigrasian (ITK).
Selain itu, pemerintah Indonesia akan mengeluarkan
kebijakan baru mengenai Golden Visa atau Visa Rumah Kedua sebagai upaya untuk
menarik tenaga profesional dan pebisnis untuk tinggal di Indonesia dalam waktu
yang lama sesuai ketentuan yang berlaku,
“Kebijakan terbaru adalah Visa Rumah Kedua. Indonesia
mengincar pelintas-pelintas berkualitas untuk berinvestasi dan memberikan
keuntungan kepada Indonesia,” ujar Yasonna.
Untuk ex Mahasiswa Indonesia Ikatan Dinas (MAHID),
pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2023 tentang
Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang Berat. Melalui kebijakan ini, Kemenkumham dapat memberikan kemudahan
fasilitas keimigrasian bagi ex. MAHID yang ingin kembali ke Indonesia.
Mengenai isu kewarganegaraan, Yasonna menyampaikan
kepastian hukum bagi anak-anak berkewarganegaraan ganda, dimana Presiden Joko
Widodo pada tanggal 31 Mei 2022 telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PP)
Nomor 21 tahun 2022 yang mengatur tentang Kewarganegaraan.
“Dengan PP ini, anak-anak hasil perkawinan campur yang
lahir sebelum berlakunya UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, dan
anak yang lahir di negara Ius Soli, dapat memperoleh Kewarganegaraan RI melalui
mekanisme permohonan pewarganegaraan kepada Presiden paling lambat 2 tahun
setelah PP disahkan, yaitu 31 Mei 2024 nanti,” jelas Yasonna.
Yasonna berpesan agar para pelajar Indonesia di Oxford
untuk memanfaatkan kesempatan belajar dengan baik sehingga dapat meningkatkan
kemampuan akademik, maupun interaksi dengan lingkungan sekitar. Hal itu akan
menjadi bekal untuk masa depan sehingga dapat berkontribusi pada pembangunan
Indonesia pada saat kembali ke Indonesia.
Dalam lawatan ke Inggris ini, Menteri Yasonna didampingi
oleh Sekretaris Jenderal Andap Budhi Revianto, Direktur Jenderal Administrasi
Hukum Umum Cahyo Muzhar dan juga Staf Khusus Bidang Hubungan Luar Negeri,
Linggawati.
Post a Comment